8 Pemberontakan di Indonesia yang Paling Membahayakan
1. Pemberontakan PKI di Madiun (PKI Musso) Tahun 1948
Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun / PKI Madium tidak bisa
lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet
Amir jatuh ? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan karena kegagalannya dalam
Perundingan Renville yang dirasa merugikan Indonesia. Setelah kabinet
Amir Sjarifuddin jatuh karena tidak mendapat dukungan lagi sejak
disepakatinya Perjanjian Renville. Lalu dibentuklah kabinet baru dengan
Mohammad Hatta sebagai perdana menteri, namun Amir beserta
kelompok-kelompok sayap kiri lainnya tidak setuju dengan pergantian
kabinet tersebut.
Untuk merebut kembali kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948 Amir
Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat
basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Pada
tanggal 11 Agustus 1948, Setelah Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR
segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka
disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara
Madiun dijadikan markas gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso
memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya
untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan
PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun.
Kemudian atas perintah Jenderal Sudirman, tentara berhasil menumpas
gerakan ini. Sang tokoh utama itu tewas sedangkan beberapa yang lain
seperti Dipa Nusantara Aidit (DN. Aidit) berhasil meloloskan diri.
Untuk menumpas pemberontakan PKI, TNI sebagai aparat pun tak diam saja
dengan gerakan membahayakan ini. pemerintah melancarkan operasi militer.
Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup signifikan. Di samping itu,
Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Sungkono di Jawa
Timur dan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah untuk mengerahkan
pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat
dari berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun
berhasil direbut kembali oleh tentara Republik Indonesia. Pada akhirnya
tokoh-tokoh PKI seperti Lukman dan DN. Aidit melarikan diri ke Vietnam
dan Cina. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak.
Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1
Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa
dan negara Indonesia dari ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan
ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa
Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dari pihak asing. Dalam kondisi
bangsa yang masih begitu sulit kala itu, ternyata Republik Indonesia
sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis
dalam waktu singkat.
2. Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)
DI/TII dibentuk karena banyak pihak yang kecewa dengan kepemimpinan
Presiden Soekarno. Tujuan DI TII sendiri ialah mendirikan negara
berbasis Islam dengan pimpinan utamanya bernama Kartosuwiryo. Kelompok
ini rupanya mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk Aceh dan beberapa daerah lain yang bahkan menyatakan bergabung dengan organisasi
tersebut.
Dalam perkembangannya, DI TII menyebar hingga di beberapa wilayah,
terutama Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan dan Aceh. Untuk
melindungi kereta api, Kavaleri Kodam VI Siliwangi (sekarang Kodam III)
mengawal kereta api dengan panzer tak bermesin yang didorong oleh
lokomotif uap D-52 buatan Krupp Jerman Barat. Panzer tersebut berisi
prajurit TNI yang siap tempur dengan senjata mereka. Bila ada
pertempuran antara TNI dan DI/TII di depan, maka kereta api harus
berhenti di halte terdekat. Pemberontakan bersenjata yang selama 13
tahun itu telah menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Ribuan
ibu-ibu menjadi janda dan ribuan anak-anak menjadi yatim-piatu.
Diperkirakan 13.000 rakyat Sunda, anggota organisasi keamanan desa (OKD)
serta tentara gugur. Anggota DI/TII yang tewas pun tak diketahui pasti
jumlahnya.
Pemerintah menganggap jika gerakan ini akan membahayakan stabilitas dan
kedaulatan negara. Oleh karenanya, negara pun mengeluarkan perintah
untuk menumpas gerakan ini agar tidak semakin merajalela. Kemudian
setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi mati pada 1962,
gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam
meskipun dinyatakan sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.
Uniknya, sosok Kartosoewirjo ini ternyata adalah sahabat dekat Bung
Karno selama masih dalam pengasuhan HOS Tjokroaminoto.
3. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI tercipta sebagai
buah dari protes masyarakat daerah yang merasakan ketidakadilan
pemerintah pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap
tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut
diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.
- Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
- Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
- Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
- Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda
mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya
kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat.
Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan
memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Zulkifli Lubis, Dahlan
Djambek dan Simbolon yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya
tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra
Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD. Pada tanggal
15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Dimana Mr. Syafruddin
Prawiranegara diangkat sebagai perdana menterinya.
Pemerintah pusat pun menganggap jika
ini sebagai aksi membahayakan karena misi PRRI adalah membentuk semacam
pemerintahan tandingan. Belum lagi mereka didukung oleh banyak pihak
pula. Akhirnya TNI dikerahkan untuk memberantas gerakan ini dan
Indonesia sekali lagi aman dari pergolakan.
Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat militer di atas Ambon pada tanggal 18 Mei 1958 yang dikemudikan oleh Alan Pope yang merupakan seorang warga negara Amerika Serikat.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tidak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS.
Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat.
Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat.
4. Pemberontakan Permesta
Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur.
Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Permesta
dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer Indonesia bagian timur
pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Gerakan ini jelas
melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas.
Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melakuakan operasi militer
beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
- Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
- Operasi Mena I yang dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
- Operasi Mena II yang dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
- Operasi Saptamarga I yang dipimpin Letkol Sumarsono, dengan tujuan menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
- Operasi Saptamarga II yang dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan tujuan menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Selatan.
- Operasi Saptamarga III yang dipimpin Letkol Magenda dengan tujuan menumpas Permesta di kepulauan sebelah Utara Manado.
- Operasi Saptamarga IV yang dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, dengan tujuan menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat militer di atas Ambon pada tanggal 18 Mei 1958 yang dikemudikan oleh Alan Pope yang merupakan seorang warga negara Amerika Serikat.
Selain itu Presiden Taiwan Chiang Kai Shek pernah merencanakan untuk
mengirimkan 1 skuadron pesawat tempur dan 1 resimen marinir untuk
merebut Morotai bersama sama dengan Permesta, namun Menteri Luar Negeri
Taiwan Yen Kung Chau menentang gagasan itu. karena khawatir Republik
Rakyat Tiongkok akan ikut serta membantu Pemerintah Pusat di Jakarta dan
mungkin akan mempunyai alasan untuk mengintervensi terhadap Taiwan.
walaupun demikian. Taiwan sebelumnya memang sudah membantu Permesta
dengan mengirimkan persenjataan dan dua squadron pesawat tempur ke
Minahasa untuk Angkatan Udara Revolusioner, Namun setelah bantuan Taiwan
tercium Pemerintah Pusat. Bulan Agustus 1958, militer mengambil alih
bisnis yang dipegang oleh penduduk WNI asal Taiwan dan sejumlah surat
kabar, sekolah ditertibkan. Meskipun mendapat banyak dukungan dari pihak
asing, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus
1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.
5. Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Gerakan Aceh Merdeka merupakan sebuah organisasi separatis yang memiliki
tujuan supaya daerah Aceh lepas dari Republik Indonesia. Konflik antara
pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah
berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya korban hampir
sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra
National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang
sekarang bermukim di Swedia dan memiliki kewarganegaraan Swedia.
Untuk lebih lengkapnya silakan baca : Sejarah Lengkap Konflik dan Pemberontakan di Aceh (Gerakan Aceh Merdeka)
Secara umum Latar belakang terjadinya Pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka
yang paling jelas adalah Perbedaan budaya antara Aceh dan banyak daerah
lain di Indonesia. Disamping itu, banyak kebijakan sekuler dalam
administrasi pada masa Presiden Soeharto (Orde Baru) sangat tidak
disukai di Aceh, di mana banyak tokoh Aceh tidak menyukai kebijakan
pemerintahan Orde Baru yang mempromosikan satu "budaya Indonesia".
Kemudian lokasi provinsi Aceh yang terletak di ujung Barat Indonesia
menimbulkan anggapan yang meluas di provinsi Aceh bahwa para pemimpin di
Jakarta yang jauh tidak mengerti dan memperhatikan masalah yang
dimiliki Aceh serta tidak bersimpati pada kebutuhan dan adat istiadat di
Aceh yang berbeda.
Pada awalnya, GAM adalah sebuah organisasi yang diproklamirkan secara
terbatas. Deklarasi GAM yang dikumandangkan oleh Hasan di Tiro dilakukan
secara diam-diam disebuah kamp kedua yang bertempat di bukit Cokan,
Pedalaman Kecamatan Tiro, Pidie. Setahun kemudian, teks tesebut
disebarluaskan dalam versi tiga bahasa; Inggris Indonesia, dan Aceh.
Penyebaran naskah teks proklamasi GAM ini terungkap ketika salah seorang
anggotanya ditangkap oleh polisi dikarena pemalsuan formulir pemilu di
tahun 1977. Sejak itulah, pemerintahan orde baru mengetahui tentang
pergerakan bawah tanah di Aceh.
Serangan pertama GAM pada tahun 1977 dilakukan terhadap Mobil Oil
Indonesia yang merupakan pemegang saham PT Arun NGL, dimana PT Arun NGL
adalah operator ladang gas Arun yang berlokasi di Lhokseumawe, Aceh
Utara. Pada saat itu jumlah pasukan yang dimobilisasi oleh GAM sangatlah
terbatas. Meskipun sudah ada ketidakpuasan cukup besar di Aceh namun
hal tersebut tidak mengundang partisipasi aktif massa untuk mendukung
GAM. Dalam pengakuan Hasan di Tiro sendiri, pada awalnya hanya 70 orang
yang bergabung dengannya dan mereka kebanyakan berasal dari kabupaten
Pidie, terutama dari desa di Tiro sendiri, yang bergabung karena
loyalitas pribadi kepada keluarga Hasan di Tiro, sementara sisanya
bergabung karena faktor kekecewaan pada pemerintah pusat.
Memburuknya kondisi keamanan di Aceh menyebabkan tindakan pengamanan
keras dilakukan pada tahun 2001-2002. Pemerintah Megawati pada tahun
2003 juga meluncurkan operasi militer untuk mengakhiri konflik dengan
GAM untuk selamanya dan keadaan darurat diberlakukan di Provinsi Aceh.
Pada November 2003 darurat militer diperpanjang lagi selama 6 bulan
karena GAM belum dapat dihancurkan sepenuhnya. Menurut laporan Human
Rights Watch akibat dari di adakannya darurat militer di Aceh
menyebabkan sekitar 100.000 orang mengungsi pada 7 bulan pertama darurat
militer dan beberapa pelanggaran HAM.
Konflik ini sebenarnya masih berlangsung pada akhir 2004, namu saat itu
tiba-tiba bencana Tsunami terjadi pada 24 Desember 2004 dan
memporakporandakan segala infrastruktur di provinsi Aceh, sehingga
secara tidak langsung bencana alam terbesar dalam sejarah Indonesia
tersebut berhasil membekukan konflik yang terjadi di Aceh.
Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap
perundingan di Vantaa, Finlandia. Marti Ahtisaari yang juga merupakan
Mantan presiden Finlandia berperan sebagai fasilitator. Pada 17 Juli
2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia
berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki,
Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15
Agustus 2005. Proses perdamaian kemudia dipantau oleh sebuah tim yang
bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan beberapa negara
yang tergabung dalam Uni Eropa serta lima negara ASEAN.
Berdasarkan perjanjian maka terciptalah kesepakatan bahwa dilakukannya
pelucutan senjata GAM dan Aceh akan menerima otonomi khusus di bawah
Republik Indonesia kemudian tentara non-organik (misal tentara beretnis
non-Aceh) akan ditarik dari provinsi Aceh (hanya menyisakan 25.000
tentara non-Aceh). Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Uni Eropa
menerjunkan 300 pemantau yang tergabung dalam Misi Pemantau Aceh (Aceh
Monitoring Mission). Misi mereka selesai pada tanggal 15 Desember 2006,
setelah suksesnya pemilihan daerah gubernur Aceh yang pertama.
6. Pemberontakan Gerakan Separatis Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965
PKI yang sempat ditumpas pada tahun 1948, perlahan kembali tumbuh subur
dan makin menyebar keberadaannya. Hal ini membuat mereka pun makin
jumawa dan akhirnya jadi sebuah organisasi besar. Tujuan mereka pun sama
seperti PKI tahun 1948 yakni membangun negara komunis di Indonesia.
Gerakan G30SPKI sendiri terjadi pada tanggal 30-September-1965 tepatnya
saat malam hari. Insiden G30SPKI masih menjadi perdebatan kalangan
akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif yang melatar
belakanginya. Akan tetapi kelompok reliji terbesar saat itu dan otoritas
militer menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan ulah PKI
yang bertujuan untuk mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.
Hingga pada puncaknya Pada tanggal 30 September 1965, PKI melakukan
penculikan terhadap Enam (6) jenderal senior TNI AD (Angkatan Darat).
Tiga Jenderal yaitu: MT Haryono, Ahmad Yani dan DI Panjaitan tewas di
tempat. Sedangkan Tiga Jenderal lainnya seperti Sutoyo Siswomiharjo,
Soeprapto dan S. Parman di bawa oleh para pemberontak dalam kondisi
hidup.
Rencana kudeta ini berhasil pada awalnya, namun pemerintah tak tinggal
diam dan akhirnya melakukan serangan balasan. Aksi balasan untuk
menumpas PKI dipimpin Soeharto dan berhasil membuat PKI hanya tinggal
sejarah saja.
7. Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang
didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua
bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi,
provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil
dengan nama Irian Jaya.
OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian
Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah
ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara
Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah
tersebut yang selama ini dikuasainya kepada bekas jajahannya yang
merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai
penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain.
Baca Juga : 16 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain,
Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang
Fajar dan memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun
republik ini berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer
Indonesia dibawah perintah Presiden Soeharto.
Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut
adalah untuk menggalang dukungan masyarakat internasional untuk
mendukung kemerdekaan wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara
lain melalui PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.
Namun belakangan ini rakyat papua semakin sadar bahwa gagasan papua merdeka hanyalah omong kosong yang hanya dimanfaatkan para elit politik untuk mendapat kekuasaan serta dimanfaatkan oleh negara-negara besar yang siap meng eksplorasi emas yang dimiliki papua, lihat saja timor leste yang memisahkan diri dari indonesia, jadi apa mereka sekarang ? tidak lebih dari dimanfaatkan australia semata.
Namun belakangan ini rakyat papua semakin sadar bahwa gagasan papua merdeka hanyalah omong kosong yang hanya dimanfaatkan para elit politik untuk mendapat kekuasaan serta dimanfaatkan oleh negara-negara besar yang siap meng eksplorasi emas yang dimiliki papua, lihat saja timor leste yang memisahkan diri dari indonesia, jadi apa mereka sekarang ? tidak lebih dari dimanfaatkan australia semata.
8. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka
pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara
Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia
Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai
pemberontakan dan harus segera ditumpas. Pulau-pulau terbesar yang
menjadi basis RMS adalah Pulau Seram, Ambon, dan Buru. Di Ambon RMS
dikalahkan oleh militer Indonesia pada November 1950, tetapi konflik di
Pulau Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan di Ambon
berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram, Setelah RMS mengalami
kekalahan di indonesia kemudian RMS mendirikan pemerintahan dalam
pengasingan di Belanda.
Lambang Republik Maluku Selatan |
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tidak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS.
Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978
terjadi peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS
melakukan serangan terhadap Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap
kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah
peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di Belanda.
Ada yang berpendapat serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda
menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan
teror ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak
dengan sepenuh hati memberikan dukungan kepada RMS.
Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror, adalah
ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di gedung
pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar. Selama tahun 70an, teror seperti
ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok
Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain
(atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok
ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun
1975.
Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali
mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya
provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa
aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan
teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada
penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.
Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat.
Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat.
Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan
memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur atau negara asing yang
menyuplai pendanaannya, kini hubungan RMS dengan Maluku hanya menyangkut
soal sosial ekonomi.
Bersyukur deretan kejadian di atas dapat ditumpas pada masanya. Jika
tidak, mungkin keadaan negara ini sekarang benar-benar berbeda.
Harapannya, jangan sampai ada lagi hal-hal semacam ini di masa depan.
Sudah cukup republik ini menderita selama ratusan tahun akibat
penjajahan serta deretan pemberontakan. Bagi kita yang hidup di era
sekarang, jangan mudah terpecah dan terkena provokasi yang bertujuan
untuk menggoyahkan stabilitas negara. Percayalah jika negara sudah
melakukan yang terbaik. Alih-alih protes, mari kita bersama-sama
membantu pemerintah untuk membuat negeri ini menjadi lebih baik lagi.
Sekian Artikel mengenai 8 Pemberontakan di Indonesia yang Paling Membahayakan,
semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi sobat baik untuk menambah
ilmu, mengerjakan tugas, maupun untuk sekedar menambah wawasan tentang
Berbagai Pemberontakan di Indonesia, Pemberontakan DI TII, PKI Madiun
dan pemberontakan rms. Seandainya sobat menemukan kesalahan baik dari
segi penjelasan maupun penulisan, mohon kritik dan saran yang membangun
untuk kemajuan dan kebaikan bersama. Akhir kata, Terimakasih atas
kunjungannya.
\\